Lompat ke konten
Beranda » Cara-Cara Guru Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid

Cara-Cara Guru Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid

Bagaimana Cara-Cara Guru Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid ? Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat melihat kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah: Kesiapan belajar murid (readiness), Minat murid dan Profil belajar murid.

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar/ readiness), jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), atau jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

 

1. Kesiapan Belajar (Readiness)

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”? Bayangkanlah situasi berikut ini: Dalam pelajaran bahasa Indonesia, setelah menjelaskan dan memberikan kesempatan murid-muridnya untuk mengeksplorasi beragam teks narasi, bu Rustini meminta murid-muridnya membuat sebuah draf contoh teks narasi sendiri. Ia kemudian melakukan asesmen terhadap draf teks yang telah dibuat oleh murid-muridnya. Setelah melakukan asesmen, ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.

● Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.

● Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.

● Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

Informasi yang didapatkan ini kemudian digunakan oleh bu Rustini untuk merencanakan pembelajaran di tahapan berikutnya, dimana ia memberikan bantuan lebih banyak untuk murid-murid yang belum memiliki keterampilan menulis dan memberikan lebih sedikit bantuan untuk murid-murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik.

 

Dalam contoh di atas, Bu Rustini mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan melihat kesiapan belajar. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi atau keterampilan baru tersebut.

 

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut sebenarnya menggambarkan beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.

 

A. Bersifat mendasar — Bersifat transformatif

Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.

 

B. Konkret – Abstrak.

Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret, sehingga mereka mungkin masih perlu belajar dengan menggunakan beragam alat-alat bantu berupa benda konkret atau contoh-contoh konkret, atau apakah murid sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak, sehingga mereka mungkin mulai dapat diperkenalkan dengan konsep-konsep yang lebih abstrak.

 

C. Sederhana – Kompleks.

Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi atau esensi pada satu waktu, sementara murid yang lain mungkin sudah bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.

 

D. Terstruktur – Terbuka (Open Ended)

Saat menyelesaikan tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas, sehingga tugas untuk mereka perlu ditata dengan tahapan yang jelas dan cukup rinci, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Sementara mungkin murid-murid lainnya sudah siap untuk menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

 

E. Tergantung (dependent) – Mandiri (Independent)

Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

 

F. Lambat – Cepat

Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai dan diberikan sedikit tantangan. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

 

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan pengetahuan atau keterampilan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar ini adalah untuk memastikan bahwa semua siswa diberikan pengalaman belajar yang menantang secara tepat (Santangelo & Tomlinson (2009) dalam Joseph et.al (2013: 29)).

 

Berikut ini adalah contoh seorang guru yang memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar (Readiness): Ibu Mimin akan mengajar pelajaran Matematika. Tujuan Pembelajaran yang ia tetapkan adalah: “murid dapat menyajikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling bangun datar” Berdasarkan asesmen yang ia buat saat pembelajaran sebelumnya, ia melihat beberapa muridnya telah memiliki pemahaman konsep keliling yang baik, namun beberapa murid lainnya belum memiliki pemahaman tersebut. Ia juga mencatat, bahwa ada anak-anak yang juga belum lancar melakukan operasi hitung. Ia kemudian melakukan kegiatan pembelajaran seperti di bawah ini:

2. Minat Murid

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri. Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:

  membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;

  mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;

  menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;

  meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

 

Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu.

 

Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu.

 

Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur. Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.

 

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan:

  menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb);

  menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid;

  mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,

  menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).

 

Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya akan berbeda-beda. Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk “menghubungkan” murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid. Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat berkembang. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.

 

Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)

 

Di bawah ini adalah contoh guru yang memperhatikan kebutuhan belajar berdasarkan minat murid-muridnya: Ibu Wiwi ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks prosedur, Bu Wiwi lalu meminta murid berlatih membuat sendiri teks prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Misalnya, anak yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan tertentu. Murid yang memiliki minat terhadap kerajinan tangan boleh membuat teks prosedur tentang membuat sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya. Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda.

 

3. Profil Belajar Murid

Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara alami dan efisien. Sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya

belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.

 

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

  Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur, dsb. Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.

  Pengaruh Budaya: santai – terstruktur, pendiam – ekspresif, personal – impersonal.

  Preferensi gaya belajar. Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:

1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, diagram, power point, catatan, peta konsep, graphic organizer, dsb);

2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan musik);

3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya sambil bergerak, melakukan kegiatan hands on, dsb).

Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.

  Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): Teori tentang kecerdasan majemuk menjelaskan bahwa manusia sebenarnya memiliki delapan kecerdasan berbeda yang mencerminkan berbagai cara kita berinteraksi dengan dunia. Kecerdasan tersebut adalah visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.

 

Berikut ini adalah contoh bagaimana seorang guru memperhatikan kebutuhan belajar berdasarkan profil belajar murid:

Pak Nono akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Kemudian, dari proses memperhatikan kebutuhan belajar murid-muridnya, Pak Nono mengetahui mana murid-muridnya yang merupakan pemelajar visual, pemelajar auditori, dan pemelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Nono lalu memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:

1. Saat mengajar, Pak Nono:

       menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.

       menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.

       membuat beberapa sudut belajar atau display informasi yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi.

2. Saat memberikan tugas, Pak Nono memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, tulisan, rekaman wawancara maupun performance atau role-play.

 

Bagaimana cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengetahui kebutuhan belajar murid ? Mendapatkan informasi tentang kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid, refleksi murid, dan terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan lebih mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya. Membuat catatan tentang profil murid juga akan sangat membantu guru menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan murid-muridnya.

 

Guru dapat mengetahui kebutuhan belajar murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengetahui kebutuhan belajar murid:

  mengamati perilaku murid-murid mereka;

  mencari tahu pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik yang akan dipelajari;

  melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;

  mendiskusikan kebutuhan murid dengan orang tua atau wali murid;

  mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;

  bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;

  membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;

  berbicara dengan guru murid sebelumnya;

  membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;

  menggunakan berbagai penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang sesuai;

  melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;

  mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka;

  dan lainnya

 

Tentunya masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-muridnya.

 

Demikian informasi tentang Cara-Cara Guru Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid. Semoga ada manfaatnya.

GURU BERKARYA
error: Content is protected !!