Apa Permbedaan Pendekatan Berbasis Masalah Dan Pendekatan Berbasis Aset dalam Pengelolaan Sumber Daya Sekolah (SDS)? Sebelumnya mari kita pahami bahwa sekolah sebenar Sebagai sebuah ekosistem. Lalu apa yang dimaksud atau pengertian Sekolah Sebagai Ekosistem? Ekosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu
Dengan demikian pengertian Sekolah Sebagai Ekosistem adalah sekolah merupakan sebuah lingkungan yang di dalamnya terjadi interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah: Murid, Kepala Sekolah, Guru, Staf/Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah, Orang Tua, Masyarakat sekitar sekolah, Dinas terkait dan Pemerintah daerah
Selain faktor-faktor biotik di atas, di lingkungan sekolah juga trdapat faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah Keuangan, Sarana dan prasarana, Lingkungan alam, dan lainnya.
Permbedaan Pendekatan Berbasis Masalah Dan Pendekatan Berbasis Aset. Apa yang dimaksud atau Pengertian Pendekatan Berbasis (Kekurangan) dan Apa pula yang dimaksud atau Pengertian Pendekatan Aset (Kekuatan) ? Sebagaimana diketahui pendekatan dapat dikatakan sebagai cara pandang atau cara berpikir kita melihat sesuatu. Dalam konteks pendekatan berbasis masalah (deficit) dan pendekatan berbasis asset, berarti bagaimana kita memandang sumber daya sekolah (SDS), apakah dianggap sebagai aset/kekuatan atau kekurangan/masalah.
Pengertian Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based approach) adalah pendekatan dalam pengelolaan sumber daya sekolah (SDS) yang memusatkan perhatian pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik. Misalnya guru atau kepala sekolah mengeluhkan banyak fasilitas sekolah yang tidak berfungsi baik, buku ajar yang tidak lengkap, atau sekolah yang tidak tidak memiliki laboratorium.
Sekalipun pengertian pendekatan berbasis kekurangan/masalah perlu dilakukan untuk menggali berbagai hambatan dan tantangan dalam memajukan sekolah. Namun, penggunaan pendekatan berbasis masalah (kekurangan) yang berlebihan akan mendorong cara berpikir negatif sehingga fokus kita adalah bagaimana mengatasi semua kekurangan atau apa yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang tidak nyaman dan curiga yang dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
Adapun pengertian Pendekatan berbasis aset (asset-based approach) adalah cara praktis menemukenali hal-hal yang positif dalam kehidupan. Dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Konsep pendekatan berbasis aset (asset-based approach) ini dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri.
Green & Haines (2010) menjelaskan perbebedaan kecenderungan cara pandang yang menggunakan pendekatan berbasis masalah (kekurangan) dengan pendekatan berbasis asset, sebagai berikut.
A. Pendekatan Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan
1. Fokus pada masalah dan isu
2. Berkutat pada masalah utama
3. Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang?
4. Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain
5. Merancang program atau proyek untukmenyelesaikan masalah
6. Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek
B. Berbasis pada aset/kekuatan
1. Fokus pada aset dan kekuatan
2. Membayangkan masa depan
3. Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut.
4. Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan)
5. Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan
6. Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan
Pendekatan berbasis aset ini juga digunakan sebagai dasar paradigma Inkuiri Apresiatif (IA). Sebagaimana diketahui paradigma IA ini percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.
Menurut Cooperrider & Whitney (2005), Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, landasan berpikir, yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Merekapun mengatakan bahwa saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang baik dan benar.
Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan apresiasi atas hal yang sudah berjalan baik. Bila sebuah organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan
Pendekatan berbasis asset telah diterapkan dengan model Pendekatan ABCD (Asset-Based Community Development). Dalam konteks ini, satuan pendidikan sebagai sebuah komunitas, mempunyai hak mengatur, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan pendidikan agar efisiensi dan efektivitas penyelenggara pendidikan dapat tercapai seperti yang diisyaratkan dalam standar pengelolaan pendidikan. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan secara efektif dan efisien, tentu membutuhkan peran seluruh warga sekolah. apa yang dapat dikelola dari sekolah.
Asset Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University, Amerika Serikat ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dan dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi merasa tidak berdaya, pasif, dan selalu bergantung dengan pihak lain.
Pendekatan PKBA menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.
Pendekatan PKBA menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.
Pendekatan PKBA berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas, dimana selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi. PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Di dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven Development’, Cunningham (2012) menuliskan bahwa Community-driven Development adalah proses dimana sekelompok orang (dalam suatu kegiatan, organisasi, atau lingkungan) yang dimotivasi oleh peluang yang ada akan melakukan suatu usaha hanya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri (minimal pada awalnya). Seorang pemimpin akan berperan sebagai fasilitator dalam menggerakkan dan memimpin komunitasnya.
Sekolah bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas. Karena itu, sekolah dapat belajar tentang bagaimana menjadi komunitas yang sehat dan tangguh. Bank of I.D.E.A.S (2014) menyebut bahwa karakteristik komunitas yang sehat dan resilien adalah sebagai berikut:
1. Mempraktikkan dialog berkelanjutan dan partisipasi anggota masyarakat, yaitu perilaku yang menghargai keragaman dan mendorong dialog penduduk yang aktif, partisipasi dan kepemilikan masyarakat atas masa depan. Apabila kita aplikasikan ke sekolah bagaimana dialog berkelanjutan terjadi yang sekaligus mendorong perilaku yang menghargai keragaman antar warga sekolah demi masa depan murid-murid.
2. Menumbuhkan komitmen terhadap tempat, yaitu perilaku akan memperkuat koneksi warga baik komunitas, lingkungan, dan ekonomi lokal mereka. Apabila diaplikasikan ke sekolah, bagaimana memperkuat komitmen warga sekolah untuk saling bergotong royong demi kemajuan murid-murid.
3. Membangun koneksi dan kolaborasi, yaitu perilaku yang mendorong perencanaan dan tindakan kolaboratif, jaringan dan hubungan yang kuat antara penduduk, organisasi, bisnis, dan komunitas. Jika diaplikasikan ke sekolah, maka sekolah harus mendorong perencanaan dan tindakan dilakukan secara kolaboratif. Hubungan dan jejaring antara warga sekolah, masyarakat sekitar, organisasi yang ada, dan aset lainnya juga harus terjalin. Membangun dan membina hubungan antara warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah – murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
4. Mengenal dirinya sendiri dan membangun aset yang ada, yaitu perilaku yang menemukan, memetakan, menghubungkan, dan memanfaatkan sumber daya seluruh komunitas yang ada. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada kekuatan, potensi, dan tantangan. Kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
5. Membentuk masa depannya, yaitu perilaku yang memungkinkan visi komunitas bersama tentang masa depan, sebagaimana tercermin dalam tujuan praktis komunitas, rencana aksi, dan peringkat prioritas, ditambah dengan keinginan untuk tidak membahayakan kesejahteraan generasi mendatang. Sekolah menciptakan visi sebagai perwakilan dari cita-cita yang ingin diwujudkan pada murid-muridnya.
6. Bertindak dengan obsesi ide dan peluang, yaitu perilaku yang mendorong pencarian tanpa akhir untuk ide-ide baru dan tepat, kemungkinan pengembangan dan sumber daya internal dan eksternal. Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “Ada masalah apa?” dan “Bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “Apa yang telah berhasil dilakukan?” dan “Bagaimana mengupayakan agar lebih baik lagi?”
7. Merangkul perubahan dan bertanggung jawab, yaitu perilaku yang memperkuat kemampuan masyarakat untuk mengatasi perubahan dan pulih dari krisis, pola pikir yang berfokus pada optimisme, harapan, dan yakin bahwa ‘kita bisa melakukannya’. Titik awal perubahan pada sekolah selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif.
8. Menghasilkan kepemimpinan, yaitu perilaku yang terus-menerus memperluas dan memperbaharui kapasitas kepemimpinan masyarakat. Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan di sekolah adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan itu secara terus menerus.
Lalu apa saja sumber daya sekolah (SDS) yang sah dan yang secara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar. Standar sarana dan prasarana merupakan kriteria minimal yang harus dipenuhi oleh sekolah berkaitan dengan tempat belajar, tempat berolahraga, tempat ibadah, laboratorium, perpustakaan, bengkel kerja, tempat bermain, dan lainnya. Sebagai sebuah komunitas, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya sama seperti komunitas pada umumnya. Pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sekolah dapat memanfaatkan konsep yang digunakan pada pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset.
Untuk mengetahui sumber daya sekolah (SDS), kita dapat meminjam kerangka dari Green dan Haines (2016), yang memetakan 7 aset utama, atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama. Tujuh aset utama atau tujuh modal utama ini merupakan salah satu alat yang dapat membantu menemukan sumber daya yang menjadi aset sekolah. Dalam pemanfaatannya, ketujuh aset ini dapat saling beririsan satu sama lain. Misalnya modal budaya dapat beririsan dengan modal agama.
Berikut ini 7 (tujuh) aset utama atau 7 (tujuh) modal utama dalam pengelolaan sumber daya sekolah (SDS), yakni sebagai berikut.
1. Modal Manusia
• Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.
• Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
• Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok. Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
2. Modal Sosial
• Modal sosial dimaknai sebagai norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
• Ini juga dapat dimaknai sebagai investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas hidup berdampingan, contohnya adanya kepemimpinan, kerjasama, saling percaya, dan rasa memiliki masa depan yang sama.
• Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, atau kesamaan hobi. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.
3. Modal Politik
• Modal politik tidak hanya dimaknai sebagai sebuah aktivitas demokratis dalam tataran politik praktis tapi merupakan kemampuan kelompok untuk memengaruhi distribusi sumber daya di dalam unit sosial.
• Sebagai kendaraan dalam mencapai tujuan, modal politik berkaitan dengan kekuasaan dan kebijakan. Modal politik juga menjadi sebuah instrumen melalui sumber daya manusia yang dapat memengaruhi kebijakan untuk mencapai kepentingan. Selain itu, modal politik dapat bersifat struktural apabila merujuk pada atribut-atribut dalam sistem politik yang menajamkan partisipasi dalam pengambilan keputusan
• Modal politik sebagai sebagai salah satu aset sekolah dapat digunakan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran. Misalkan seorang kepala sekolah dengan kewenangan yang dimilikinya, menggunakan kewenangannya untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mengakomodir kepentingan warga sekolah dan peningkatan kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.
4. Modal agama dan budaya
• Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
• Kebudayaan merujuk pada hasil cipta dan karya manusia yang unik yang lahir dari serangkaian ide, gagasan, norma, perilaku, serta benda. Modal budaya dijelaskan dari tiga hal, yaitu keadaan yang melekat dan mewujud, seperti nilai dan tradisi yang dianut dan berkembang dalam masyarakat; keadaan konkret hasil cipta dan karya, seperti lukisan, buku, mesin, kerajinan tangan, dan semua benda yang dihasilkan oleh manusia sebagai bentuk kreativitas; dan sebuah bentuk yang dapat dipelajari melalui kualifikasi akademik, yaitu sekolah.
• Identifikasi dan pemetaan modal budaya dan agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.
• Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.
5. Modal Fisik
Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu:
• Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.
• Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
6. Modal Lingkungan/alam
• Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
• Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali.
7. Modal Finansial
• Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
• Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
• Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
Demikian uraian singkat tentang Permbedaan Pendekatan Berbasis Masalah Dan Pendekatan Berbasis Aset dalam Pengelolaan Sumber Daya Sekolah (SDS), Pengertian Asset Based Community Development (ABCD), dan 7 (tujuh) aset utama atau 7 (tujuh) modal utama dalam pengelolaan sumber daya sekolah (SDS). Semoga ada manfaatnya untuk kemanjuan dalam pengelolaan sekolah.